
Kamis, 29 Mei 2014
NISTA Jambi Hardcore

Jambi CorpseGrinder
event
Coming Soon:
Jambi CorpseGrinder Present:
"JAMBI BAWAH TANAH"
"SOUND OF NOISE...A BEGINNING"
Sabtu 23.Agustus.2014 at Gedung JUDO Kota Baru
Open Gate 11:00 - Till End
Vomiting:
01. BRAIN WASTE
02. DEATHLINE
03. ONLY SICK
04. SUNBLAST
05. LEGION
06. RESIGN
07. EBOLA DRAMA
08. RANKAIO
09. LADAZ
10. KUBU CHAOS
11. LASUCK
12. AGRIOS
13. INCARNATE DISFIGURED
14. NOT FOR SALE
15. S.A.R.S
16. SKINMORBUS
17 AMOEBA (Sei.Bahar)
18. DEATH OF GLORY (Sarolangun)
19. DEMENTOR (Sarolangun)
20. EXPLOSIVE (Tlg.Duku)
21. SITUS AREA (Mua. Jambi)
22. EVIL EYE
23. FUNERAL PROST
MC: Arief Sthrash
Supported:
.@VALISTMerch
.@JCGMerch
.@UnslaveStore
.@GrindsickMerchs
.@ChimrunkMerch
.@AsampedehCloth
.Lapak Kecil
.Uniq Comp
.Funrock
.@clzmanagement
.Rizky Design
.C30
.@SegitigaSpiritg
•90's
.Kuala Tungkal Underground
.@SicknessMerch
.@Deathellmetal
.@IRSNetwork
Selasa, 27 Mei 2014
Vagina Bastard
VB The band was established on 16 March 2013 and adopted one underground genre that is HARDCORE. Our personnel have different characteristics from its personnel flows were different, we used to take turns genre but now we've found the right genre, that any of his personnel comfortable. so the reason we chose as our genre HARCORE yes its comfortable HARDCORE.
* to influence Vagina Bastard yourself how?
We are actually not to influence it Vagina Bastard on the other bands, we individually have influence each and we unite our individual genre ..
And without the support of our guys is not what what
A short bio :
MMXIII HARDCORE (16 March) | VB was formed Kec. Kawalu Kota Tasikmalaya | CP : 2318BA0F / 089661210597 (Zaky) |
Join us : https://www.facebook.com/Our.Friends.Family
Follow us : https://twitter.com/VaginaBastardHC
BACKFOUL

NURIN BROTHERHOOD HC (jember)
-NURIN BROTHERHOOD HC- (JEMBER HARDCORE FAMILIA)
(NBHC) terbentuk oleh Andank (vocal), Sandro (guitar), Fandy (bass), & Chemonk (Drum) pada akhir tahun 2012,selain bergabung di NBHC, sandro (gitar) sudah dulu jadi vokalis di Angersfall, salah satu band metalcore di jember, selain itu,personel lain juga berkarya di band2 lain.
sperti cemonk sbg drummer & andank sbg vokalis di Turbin (hardcore punk), Fandy sbg bassis dan vokalis di Stranger Danger (melodic hardcore).
Awal kbentuk NBHC itu dari celetukan dari temen2 kampus (Poltek Jember). Semula saya (Andank),cemonk,sandro membuat band ini yg bergenre hardcore. Stelah lama band berjalan,kami merasakan kurangnya totalitas di band. Maka dari itu Sandro mengajak Fandy untuk bergabung dgn nbhc. Dengan bergabungnya Fandy di NBHC,membawa perubahan besar pda band ini. Kenapa band ini dinamakan Nurin Brotherhood karna kita merasakan indahnya persahabatan seperti kami mengagumi seorang wanita sbg makhluk yg indah. Nurin,kami pilih untuk jadi nama band ini krna dia adalah perempuan yg sama2 kami berempat kagumi...hehehe.
LINE UP DARI AWAL TERBENTUK, SAMPAI SAAT INI
Penyanyinya: AN http://www.facebook.com/benyandank?ref=ts&fref=ts
Penggitarnya: Sandra http://www.facebook.com/sandronesia?ref=ts&fref=ts
Pengebasnya: Fandy http://www.facebook.com/fandy.rizal.7?fref=ts
Pengedrumnya: Chemonk http://www.facebook.com/cemonk.mamen?ref=ts&fref=ts
CP: 089680290631
FACEBOOK:
https://www.facebook.com/pages/Nurin-Brotherhood-HC/577876462233288
TWITTER:
https://twitter.com/NBHC_HatesOfWar
Senin, 26 Mei 2014
KUMMAN PEMBUSUK
KUMMAN PEMBUSUK-Berawal dari sebuah pecahan band dari antagonis from hell yang hanya menyisakan 3 personil yaitu Rahmat,Oky dan dimas. mereka masih semangat terus berlatih untuk dapat membentuk band lagi,di samping itu Rahmat pun mempunyai teman (Riris) yang sama2 juga ingin membuat band,ahirnya mereka semua pun bertemu dan mulai membicarakan tentang keinginan mereka semua,mereka pun mulai nge'jam biyasa di studio dan dari masing2 mereka pun merasa cocok dengan permainan musiknya,setelah beberapa lama mereka berlatih,ahirnya mereka pun sepakat untuk membuat band baru yang di beri nama KUMMAN PEMBUSUK,pada awal berdirinya K P mereka masih bingung dengan genre yang akan mereka ambil,mereka pun mencoba genre gotick metal yang ahirnya sukses mengeluarkan 1 lagu yang berjudul JARUM NERAKA,sekian lama mereka berjalan dengan seiring waktu,mereka sepakat untuk merubah genre mereka menjadi porn grind yang juga sukses mengeluarkan 1 lgu yg berjudul KIMCIL PEMBUNUH ALAT KELAMIN, lama2 kemudian mungkin KP bosan dengan genre yang mereka ambil,ke 4 personil KP ahirnya sepakat untuk merubah genre mereka menjadi GRINDCORE,sekian lama berjalan KP dapat mengeluarkan expresi dan keganasan mereka dalam bermusik dan mengeluarkan beberapa lagu single,dan mereka bersepakat untuk terus memakai genre GRINDCORE!
KUMMAN PEMBUSUK berdiri pada tanggal 12 juni 2012 yang mempunyai 4 personil yaitu :
RAHMAT SANTOSO (Vokill)
OKY ARDYAN (gitaris)
DHIMAS (drumer)
RIIRIS (bassist)
twitter: @kummanpembusuk_
Facebook: https://www.facebook.com/KummanPembusuk
TODAY AFTER TOMORROW
TODAY AFTER TOMORROW
Sejarah band kami: kami terbentuk berawal dari persahabatan yang selalu bersama, sehubungan dengan selera musik yang sama kami pun mencoba berkreasi di bidang musik. Sampai sekarang kami pun bertahan dan kami mempunyai komitmen bahwa kami akan terus bertahan tanpa terbawa arus jaman
Facebook: https://facebook.com/TodayAfterTomorrow?view=insights Twitter: https://twitter.com/TATofficial
Sejarah band kami: kami terbentuk berawal dari persahabatan yang selalu bersama, sehubungan dengan selera musik yang sama kami pun mencoba berkreasi di bidang musik. Sampai sekarang kami pun bertahan dan kami mempunyai komitmen bahwa kami akan terus bertahan tanpa terbawa arus jaman
Facebook: https://facebook.com/TodayAfterTomorrow?view=insights Twitter: https://twitter.com/TATofficial
Dead Light Sometimes - Surabaya Beat Down Hardcore
Mulai berdiri pada tahun 2011 hingga sekarang, tetap pada genre Hardcore.
Dead Light Sometimes sering bergonta ganti personil, dan berharap pada formasi ini akan tetap solid.
Bagi para pembuat event atau gigs jangan segan untuk mengajak Dead Light Sometimes karena mereka mau main tanpa FEE seperserpun dengan persetujuan. Karena mereka memiliki tujuan untuk lebih menghibur ketimbang mencari bayaran.
Contact Person 083857053013 (DanielBelts) atau 08985513339 (Ricky Andok)
song list : -Hardcore Missions -Young And Pride -Its not war feat Rully (ex Fraud)
Contact Person 083857053013 (DanielBelts) atau 08985513339 (Ricky Andok)
song list : -Hardcore Missions -Young And Pride -Its not war feat Rully (ex Fraud)
fans page : Dead Light Sometimes
twitter : @DLS_SBHC
twitter : @DLS_SBHC
Metal indonesia
Metal Indonesia
Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarahnamanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah albumketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.
- Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.
- Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.
- Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi `sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yangmengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.
- Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan jugamantan vokalis Rotor
- Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock undergroundmanggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMAPangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus UniversitasNasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).
- Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawahlabel Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding bandseangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, AquariusMusikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.
- Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal seringterlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.
- Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di Jakarta dengan judul `It’s A Proud To Vomit Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan PAS).
- Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan coverpenuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet (bisik*com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dansebagainya.
- 29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama “Underground Session” ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki rocker gaekAhmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet, Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang’ manggung di sana.
- 10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling `netral’ dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yangterletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen `menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.
Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop
Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik inikemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V,Parklife hingga Death Goes To The Disco.
Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel `Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian (1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.
Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel `Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records. Komunitas-komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South Sex (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.
Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.
Bandung scene
Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya denganmembuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel “Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate dan Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal Jakarta.
Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.
Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional.
Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.
Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di `baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.
Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star (www* deathrockstar*tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya!
Scene Jogjakarta
Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis, Ruction.
Untuk scene punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots, DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry’s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia. Parkinsound #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory, Melancholic Bitch hinggaMesin Jahat.
Scene Surabaya
Scene underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor, Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut.
Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP - Red). Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja.
Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.
Pada masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel “From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction” (September 96), debut album Dry berjudul “Under The Veil of Religion” (97), Brutal Torture “Carnal Abuse”, Wafat “Cemetery of Celerage” hingga debut album milik Fear Insideyang bertitel “Mindestruction”. Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di Surabaya dibanjiri oleh rilisan-rilisan album milik Growl, Thandus, Holy Terror, Kendath hingga Pejah.
Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu.
Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 – 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band undangan.
Scene ekstrem metal di Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.
Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya. Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.
Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini.
Maka, untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa, menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan edisinya hingga ke- 12.
Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang Kebencian”. Selanjutnya labelINFERNO 178 ini akan lebih berkonsentrasi untuk merilis produk- produk berkategori non-metal. Sedangkan untuk label khusus death metal/brutal death/grindcore dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh Samir (kini gitaris TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel “Propaganda” sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar konser promo tunggal Slowdeath di Café Flower sekitar bulan September 2000 lalu yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out walau masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.
Scene Malang
Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade 90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun dominasinya tetapsaja anak-anak metal. Konser rock underground yang pertama kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk Parade Musik Underground tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada tanggal 28 Juli 1996 dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti Bangkai (grindcore), Ritual Orchestra (black metal),Sekarat (death metal), Knuckle Head (punk/hc), Grindpeace (industrialdeath metal), No Man’s Land (punk), The Babies (punk) dan juga band-band asal Surabaya, Slowdeath (grindcore) serta The Sinners (punk).
Beberapa band Malang lainnya yang patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yangbertitel “Maggot Sickness” saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch. Belakangan band ini pecah menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus pendirinya, Adyth, hijrah ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah lahir untuk kedua kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine yangditerbitkan oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995. Afril sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang hingga kini masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang adalah Confused Records
Scene Bali
Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit diJogjakarta, Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal IndonesiaCorpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998, Age adalah pengusaha distro yang pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal etnik, Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama 1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di Radio Cassanova, Bali yangberlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA.
Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia, Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig, Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satualumni Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama di Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia. Band-band indie Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah Navicula, Postmen, The Brews, Telephone, Blod Shot Eyesdan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap merilis album ke tiga mereka dalam waktu dekat.
Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan kalau band `putera daerah’ pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N’ Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini.
Indie Indonesia Era 2000-an
Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan.
Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom `indie’ dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah `indie atau underground’ ini di tanah air. Sebagian orang memandang istilah `underground’ semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang `sell-out’, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih `elastis’ dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauhmeninggalkan istilah ortodoks `underground’ itu tadi.
Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi `panglima’ sekarang ini.
sumber
https://www.facebook.com/notes/gothic-metal-indonesia/sejarah-perkembangan-musik-underground-di-indonesia/479408772080186/
Bandung Death Metal
SALAH BESAR JIKA MENGANGGAP BANDUNG UNDERGROUND HANYA SEBUAH SCENE ATAU SUBKULTUR. IA TELAH MENJELMA JADI PENANDA JAMAN KETIKA GAIRAH BERMUSIK DIMANIFESTASIKAN KE DALAM SEMANGAT PEMBERONTAKAN TERHADAP KEMAPANAN, KEBERSAMAAN UNTUK MENGATASI KETERBATASAN, SERTA EKSISTENSI DIRI.

BARUDAK Bandung selalu punya cara tersendiri untuk berinteraksi dengan jamannya. Generasi Gito Rollies dan Deddy Stanzah, misalnya, menunjukkan spirit pemberontakan mereka dengan menganut gaya hidup urakan-ugal-ugalan. Sambil, tentu saja, tidak lupa berlaku-pagu via musik. Dan rock ‘n roll dipilih menjadi rel untuk menghela gerbong gejolak jiwa mereka.
Generasi Gito Rollies dikenal sangat badung. Tapi faktanya prestasi mereka dalam bermusik sangat istimewa. Itulah yang menyebabkan kebadungan mereka bisa ditolerir sejarah. Bahkan sejarah malah berbalik menyanjung mereka sebagai figur-figur prestisius.
Lebih-kurang dua dekade setelah era keemasan angkatan Gito Rollies dan Deddy Stanzah berlalu, generasi muda Bandung menganut cara lain dalam menunjukkan eksistensinya. Ketika ruang arusutama didominasi kemestian bernama komodifikasi yang selalu berbaju proyeksi mengejar keuntungan materi semata — sehingga tidak memberi spasi memadai buat spirit lain di luar itu, mereka memilih jalan lain dalam mengekspresikan letupan-letupan liar dalam benak mereka. Letupan-letupan itu awalnya mengecambah secara sendiri-sendiri di titik-titik tertentu. Maka kemudian, tumbuhlah beberapa kantung komunitas. Sekadar menyebut, ada komunitas TU yang biasa nongkrong di Jalan Teuku Umar. Band-band semacam Balcony atau Take A Stand mengerek komunitas ini. Komunitas ini kemudian melahirkan kompilasi historikal bertajuk Brain Baverages.
Ada juga komunitas Balkot yang doyan nangkring di Balai Kota Bandung. Di samping fokus pada musik, mereka ini punya kecenderungan mengakrabi olahraga ekstrem skateboarding. Mungkin ini ada kaitannya dengan saujana Balkot yang memang cukup asoy dijadikan tempat bermain papan luncur. Bahkan di kemudian hari komunitas ini mengidentifikasikan diri sebagai salah satu scene yang meletakkan fondasi subkultur skateboarding di kota kembang.
Sampai kemudian di era mutakhir awal 2000-an, masih di Balkot, muncul pula komunitas lain bernama Kolektif Balkot Jam Lima Sore. Komunitas yang bersulih nama menjadi Balkot Terror Project ini adalah sebuah gerakan kolektif yang dibangun secara sel dengan semangat memelihara kemurnian ideologi bermusik. Di mata mereka, betapa pun arus komodifikasi terhadap scene sudah sedemikian dahsyat dan merongrong idealisme, gelombang komersialisasi tetap harus dilawan dengan segenap upaya (catatan: untuk Kolektif Balkot Jam Lima Sore akan dibahas dalam tulisan khusus).
Semangat D.I.Y (Do It Yourself) pun jadi pilihan. Mereka menggelar gigs atau mengeluarkan rilisan — baik album maupun newsletter — secara permana dan murni swadaya. Gigs digelar dengan cara kolektif, dalam arti setiap band yang main harus urunan untuk sekadar menyewa alat musik dan tempat. Sebuah solusi yang kemudian jadi pilihan ketika minta ijin untuk menggelar acara sepelik mencari jarum di padang ilalang. Sementara rilisan dikemas sesederhana mungkin, nu penting kumaha carana lagu uing bisa didengekeun ku batur. Pola penggandaan CD dengan menggunakan personal komputer pun kerap ditempuh dan lantas dijual dengan harga: ceban!!!
Jangan lupakan pula sekelompok pengusung idealisme dan ideologi punk yang sampai sekarang tetap panceg dina galur berinteraksi dengan sejawatnya di sekitar kawasan perbelanjaan Bandung Indang Plaza (BIP). Jangan pernah menganggap sepele kontribusi mereka dalam meletakkan fondasi Bandung Underground. Salah satu gigs bersejarah bernama Gorong-Gorong Bandung dicetuskan Dadan Ketu, salah seorang peretas komunitas tersebut.
Bukan hanya gigs Gorong-Gorong, Dadan Ketu bersama PI Crew — nama lain dari komunitas BIP — menancapkan pula tonggak lain bernama Bandung’s Burning. Sebuah rilisan berisi kompilasi sejumlah band punk yang mencatat sukses luar biasa. Band-band seperti Jeruji, Runtah, The Bollocks, atau Keparat, harus diakui, terkerek namanya berkat kompilasi yang dirilis menggunakan label Riotic Records itu.
Dan voila… komunitas paling fenomenal tentu saja Ujungberung Rebel. Komunitas ini tumbuh sedemikian rupa jadi kisi-kisi penting harakah musik bawah tanah kota kembang. Tidak hanya komitmen tinggi panceg dina galur memainkan musik-musik ultragaduh, di sana juga ada geliat ekonomi kreatif-kerakyatan mulai dari jualan kaus, tukang sablon, sampai mendirikan perusahan rekaman independen yang sangat marak. Harus kita akui, komunitas inilah yang mencancapkan fondasi, pengaruh, dan kontribusi paling besar terhadap Bandung Underground.
Tak bisa dipungkiri, kantung-kantung komunitas itulah yang menjadi noktah-noktah penyangga dari sebuah fenomena bernama Bandung Underground. Sebuah fenomena peradaban yang gaungnya kini tidak hanya terdengar di ranah nasional, melainkan juga sudah merambah sampai ke mancanegara. Sayangnya, subkultur ini harus menjalani masa-masa paling sulit sejak awal 2008. Tepatnya selepas tragedi AACC yang ditandai meregangnya sebelas orang nyawa dalam acara peluncuran album perdana Beside.
Satu hal penting yang mesti digarisbawahi, betapa pun identik dengan band-band bising, keliru juga jika kita menganggap Bandung Underground melulu dihuni dan dibesarkan oleh band-band punk, hardcore, metal, jeung sajabana. Sejumlah godfather yang meletakkan fondasi Bandung Underground justru tidak memainkan musik metal. Sebut saja Richard Mutter. Bersama Yukie, Bengbeng, dan Trisno di Pas Band, Richard tidak memainkan metal sefrontal yang diperagakan Sonictorment, Forgotten, atau Jasad. Demikian pula dengan Pure Saturday yang sampai saat ini tetap dianggap sebagai salah satu peletak tiang pancang eksistensi Bandung Underground. Ada pula band indiepop klasik seperti Kubik atau Cherry Bombshell.
Meski demikian, kita tidak bisa menyalahkan persepsi khalayak jika Bandung Underground diidentikan dengan band-band bising. Sebab, salah satu momen yang membuat istilah Bandung Underground berkibar kencang seperti sekarang memang berkat imbas kesuksesan sebuah gigs metal bernama Bandung Underground.
KELAHIRAN
Sebuah literatur menyebutkan, istilah underground sudah dipakai di Majalah Aktuil pada 70-an. Istilah itu muncul untuk mendeskripsikan sebuah gaya bermusik dengan memainkan lagu-lagu kencang yang substansinya amat sarat dengan perlawanan terhadap sistem nan mapan. Tentu saja saat itu istilah Bandung Underground belum muncul atau setenar sekarang. Meski demikian, kota kembang tetap mengirimkan wakilnya ke garda depan saat khalayak bicara musik underground. Ada grup bernama Super Kid dan Giant Step, dua band legendaris yang sangat diperhitungkan dalam sejarah rock tanah air. Mereka dianggap ‘gerilyawan’ pengacau patron industri musik tanah air yang saat itu didominasi lagu-lagu pembangkit buluh perindu.
Sebuah literatur menyebutkan, istilah underground sudah dipakai di Majalah Aktuil pada 70-an. Istilah itu muncul untuk mendeskripsikan sebuah gaya bermusik dengan memainkan lagu-lagu kencang yang substansinya amat sarat dengan perlawanan terhadap sistem nan mapan. Tentu saja saat itu istilah Bandung Underground belum muncul atau setenar sekarang. Meski demikian, kota kembang tetap mengirimkan wakilnya ke garda depan saat khalayak bicara musik underground. Ada grup bernama Super Kid dan Giant Step, dua band legendaris yang sangat diperhitungkan dalam sejarah rock tanah air. Mereka dianggap ‘gerilyawan’ pengacau patron industri musik tanah air yang saat itu didominasi lagu-lagu pembangkit buluh perindu.
Super Kid dan Giant Step tidak sendirian dalam meletakkan fondasi musik ala bawah tanah. Ada AKA dan SAS dari Surabaya, Terencem dari Solo, sampai grup rock paling legendaris di tanah air, God Bless, yang mengibarkan bendera ibu kota. Dan kita sama sekali tidak bisa memungkiri, merekalah yang meletakkan kisi-kisi subkultur bermusik ala underground. Setidaknya mereka telah mengajak generasi muda untuk memberontak terhadap nilai-nilai kolot yang mengungkung kreativitas.
Beruntunglah, apa yang mereka bangun tidak sampai kehilangan benang merah terhadap generasi setelahnya. Khususnya di Bandung, apa yang sudah diretas The Rollies, Super Kid, atau Giant Step, diteruskan oleh anak-anak muda generasi 90-an. Salah satu embrio terpenting scene Bandung Underground diyakini lahir dari Studio Reverse, yang terletak di daerah Sukasenang. Adalah Richard Mutter dan Helvi, dua figur penting di balik lahirnya Reverse. Studio ini dianggap penting bukan hanya karena menyediakan tempat berlatih buat band-band bising. Reverse memegang peran krusial dalam sejarah Bandung Underground saat mendirikan distro yang menyediakan pernak-pernik musik dari mancanegara. Kaset, CD, kaos, poster, dan lain-lain, tersedia di sana. Dengan cara itu, ibaratnya, Reverse membukakan jalan bagi para scenester untuk bersinggungan dengan dunia luar.
Richard kemudian menindaklanjuti sumbangsih penting buat scene dengan mendirikan Pas Band dan label rekaman independen dengan nama unik, 40.1.24. Pas Band ditahbiskan sebagai grup munggaran di Indonesia yang merilis album secara independen pada 1993. Album mereka bertajuk Four Through The S.A.P mencuri perhatian setiap orang yang punya gendang telinga tebal dan tak heran bila 5000 keping kasetnya tandas diburu orang dalam waktu satu setengah kejap.
Empat tahun kemudian, masih dengan bendera 40.1.24, Richard juga merilis sebuah mahakarya kompilasi yang diberi tajuk Masaindahbangetsekalipisan. Kompilasi ini layak disebut mahakarya bukan hanya karena memuat band-band anjisuranjis-edunsuredun macam Burgerkill dan Puppen, tapi juga menyodorkan sebuah inisiasi kepada publik mundial bahwa aing ge bisa nyieun nu kieu!
Tanpa konsep distribusi yang muluk dan ribet, gaung Four Through The S.A.P dan Masaindahbangetsekalipisan tembus ke mana-mana. Pada waktu bersamaan, sebuah stasiun radio yang tak kalah anjisuranjis-edunsuredun bernama GMR (singkatan dari Generasi Muda Radio), tengah mengibarkan bendera ke angkasa dengan sekencang-kencangnya. Peran Radio GMR sangat krusial sebagai media penyambung antara band dan anak muda bergendang telinga tebal. Inilah radio yang secara konsisten menyediakan frekuensinya untuk disesakki musik-musik bising melulu. Lagu-lagu dari kedua album tersebut nyaris saban hari menderu-deru di frekuensi 104.4 FM.
Ketika spasi buat musik ultragaduh di tempat lain masih sangat dikebiri, GMR dengan lantang memutar lagu-lagu dari band dengan nama-nama asing. Bukan hanya rilisan dari band lokal, tapi juga grup dari luar negeri. Radio inilah yang membuat barudak kota kembang cepat akrab dengan grup seperti Carcass, Benediction, Gorfest, dan sejibun band inspiratif lain. Sebuah kondisi yang tak terjadi di tempat lain. GMR juga punya kepedulian maksimal jadi media publikasi verbal rilisan-rilisan lokal. Bahkan rilisan amatir pun mereka mau memutarkannya (Catatan: tentang GMR akan dibahas khusus pada bagian lain).
SCENE
Di antara sejumlah faktor yang membuat Bandung Underground cepat besar, komunitas adalah faktor yang sangat penting — kalau tidak boleh menyebut paling penting. Merekalah yang menyemai embrio dan memeliharanya agar terus hidup di antara himpitan setumpuk persoalan.
Di antara sejumlah faktor yang membuat Bandung Underground cepat besar, komunitas adalah faktor yang sangat penting — kalau tidak boleh menyebut paling penting. Merekalah yang menyemai embrio dan memeliharanya agar terus hidup di antara himpitan setumpuk persoalan.
Walaupun dianggap sebagai ikon komersial, pusat pertokoan Bandung Indah Plaza (BIP) ternyata punya peran penting dalam sejarah Bandung Underground. Tempat ini jadi kilometer nol kelahiran sebuah komunitas sangat klasik yang menamakan diri Bandung Death Metal Area alias Badebah. Komunitas ini lahir di tangan para penggila thrash, death metal, dan grindcore. Prokalamator komunitas ini adalah Uwo, vokalis band Funeral asal Sukaasih, Ujungberung. Di samping Funeral, para personel band Jasad dan Necromancy juga secara intens menggerakkan scene ini.
Babedah tumbuh tanpa disekat perbedaan aliran musik, sebab kemudian barudak dari bermacam latar belakang pun turut bergabung. Bendera Badebah makin berkibar setelah dijadikan program siaran di Radio Salam Rama Dwihasta yang bermarkas di Sukaasih, Ujungberung. Di tangan kuartet penyiar Agung-Dinan-Uwo-Iput, program ini mengudara pada rentang 1992 hingga 1993 dan sertamerta jadi primadona. Ukurannya sederhana: 200 sampai 300 pucuk kartu pos mampir ke markas Radio Salah Rama Dwihasta saban pekan. Eusina macem-macem, mulai menta lagu nepi ka nitip salam keur dulur nu lain.
Di tempat berbeda, barudak lain juga membangun komunitas masing-masing atau bergabung dengan komunitas yang sudah terbentuk. Para scenester tidak hanya menjadikan komunitas-komunitas ini sebagai tempat nongkrong. Mereka juga menjadikan komunitas sebagai sarana untuk membangun jejaring dan mengembangkan ide.
Barudak Ujungberung lagi-lagi berada di garda depan. Di sebuah studio musik bernama Palapa, insting bergaul hanya untuk jadi ajang nongkrong pengisi waktu senggang, pelahan-lahan dikoreksi sehingga membuahkan hasil yang lebih produktif. Setelah ritual nongkrong sudah dianggap mentok dan tidak menghasilkan apa-apa, mereka kemudian membentuk Extreme Noise Grinding (ENG). ENG sukses membuka jaringan ke mana-mana, sampai ke luar kota bahkan mancanegara.
ENG membuat konsep berkomunitas jadi lebih terarah. Salah satu sumbangsih terbesar ENG adalah gigs metal yang sangat fenomenal bernama Bandung Berisik. Zine Revograms yang dirilis kali pertama pada Maret 1995 bisa menghajar mata scenester juga berkat ENG. Revograms sangat inspirasional karena jadi zine underground munggaran di tanah air.
Kelebihan ENG ada pada kemampuannya memberdayakan lingkungan. Mereka tidak hanya menempa anggota komunitas dalam hal bagaimana bermusik yang baik. Alhasil, ENG sanggup ngigelan jaman. Scene ini kemudian bersulih rupa jadi Homeless Crew yang sangat identik dengan Ujungberung. Nama Homeless Crew dicetuskan Ivan Scumbag sebagai manifestasi penolakan terhadap (lagi-lagi) kemapanan.
Tahun 1997, sejumlah band yang aktif di Homeless Crew sepakat merilis kompilasi Ujungberung Rebels yang ultrahistorikal di bawah bendera Independen Records. Kompilasi ini tak memuat hal lain kecuali musik ultragaduh dari band-band edan yang di kemudian hari semuanya jadi metalhead. Sedemikian historikalnya Ujungberung Rebels, sehingga tak ada satu pun band yang ikut dalam kompilasi ini yang tidak menjadi legenda. Tak heran bila publik menjadikan kompilasi ini sebagai salah satu relief sejarah terpenting Bandung Underground.
Saking besarnya efek kompilasi Ujungberung Rebels, barudak Homeless Crew pun kadang disebut Ujungberung Rebels. Sampai sekarang, komunitas ini tanpa henti melahirkan band dan musik yang mematikkan.
GIGS
Bandung Underground mencapai puncak kejayaan ketika GOR Saparua secara berkala menggelar gigs. Inilah tempat yang menjadi titik api Bandung Underground. Semangat bermusik yang diusung masing-masing komunitas mengalir dan bermuara ke GOR Saparua. Di sinilah nama-nama angker seperti Puppen, Jasad, Forgotten, Burgerkill, Jeruji, Blind to See, Balcony, Turtle Jr., Koil, dan sederet nama lain, dibaptis jadi wakil generasi terbaik Bandung Underground.
Bandung Underground mencapai puncak kejayaan ketika GOR Saparua secara berkala menggelar gigs. Inilah tempat yang menjadi titik api Bandung Underground. Semangat bermusik yang diusung masing-masing komunitas mengalir dan bermuara ke GOR Saparua. Di sinilah nama-nama angker seperti Puppen, Jasad, Forgotten, Burgerkill, Jeruji, Blind to See, Balcony, Turtle Jr., Koil, dan sederet nama lain, dibaptis jadi wakil generasi terbaik Bandung Underground.
Nonton gigs di GOR Saparua lantas menjadi ritus wajib bagi para scenester. Saban akhir pekan GOR tersebut ibarat muara tempat bertemunya berbagai kepentingan, mulai dari vokalis band yang hendak merentang otot leher, pagawai drum yang gatal ingin menghajar snar sekencang-kencangnya, sampai hasrat penonton yang ingin memeras keringat di dalam GOR Saparua yang ventilasinya teu bisa disebut alus. Dan jangan lupakan satu hal, di sana ada pula geliat ekonomi. Sebab, faktanya sejumlah gigs di GOR Saparua berhasil mengeruk keuntungan materi yang lumayan. Belum lagi kiprah para penjaja makanan dan minuman ringan serta calo tiket.
Yeahhh… Saparua kadung identik dengan Bandung Underground, padahal gigs serupa sebenarnya kerap pula dihelat di tempat lain. Semuanya berawal dari Hullaballo I yang digelar pada 1994. Inilah tombol pelatuk yang memicu pentas-pentas musik underground. Bandung Underground, Gorong-Gorong, Campur Aduk, Bandung Berisik, Boomer Underground, atau Master of Underground, tak akan mudah dilupakan siapa pun yang pernah menyaksikannya. Bayangkan, GOR Saparua yang kapasitasnya tidak seberapa, penuh sesak sampai teu bisa usik saat pentas-pentas tersebut digelar.
Namun saat GOR Saparua semarak dengan gigs edan, di sisi lain terjadi sebuah ironi. Hegemoni band-band seperti Burgerkill atau Puppen (sekadar menyebut nama) atas panggung GOR Saparua, membuat banyak grup kecil tak memperoleh kesempatan memadai untuk mengecap sangarnya beraksi di sana.
Sebagai bentuk perlawanan, kemudian lahirlah pola gigs kolektif di awal 2000-an. Band yang tak kunjung mendapat kesempatan tampil di GOR Saparua, berinisiatif menggelar gigs mandiri. Caranya, setiap band yang mau tampil urunan sejumlah uang. Uang yang terkumpul lalu dijadikan modal untuk menyewa alat dan tempat. Di sana mereka main sepuasnya dan memekikkan kalimat: gigs aing kumaha aing!
Karena kadung mengusung semangat D.I.Y, tiket dijual dengan banderol pikaseurieun. Ada gigs yang menjuat tiket dengan harga dua rebu perak. Dan biasanya tiket dijual tidak terlalu lama. Setelah itu, penonton bisa ngabres bebas asup.
Masa keemasan GOR Saparua langsung menguap saat pemerintah kota tidak lagi memberi ijin menggelar pertunjukkan di sana. Praktis, barudak Bandung pun kesulitan mencari tempat untuk menggelar pentas. Pola gigs kolektif pun kian mendapat angin. Jika sebelumnya menyewa tempat-tempat murah seperti gudang tak terpakai atau garasi mobil rumah seorang kawan, polanya kemudian beralih dengan cara menyewa studio musik. Uangnya lagi-lagi hasil urunan band yang tampil. Gigs semacam ini biasa disebut studio show. Studio Jawara di bilangan Jalan Lengkong Besar hampir tiap pekan merelakan ruangan sempitnya dipakai pogo dan anjrut-ajrutan. Juga Studio Grama di Jalan Cihampelas dan Studio Elang di dekat kawasan Bandara Husen Sastranegara.
Pola gigs kolektif atau studio show semakin jadi pilihan paling realitis setelah meletus Tragedi AACC pada 9 Februari 2008. Sebelas anak muda tewas dalam acara peluncuran album Beside. Inilah titik nadir sejarah gigs Bandung Underground. Untuk beberapa waktu acara musik bising di kota kembang seperti mati suri.
Meski demikian, semangat untuk menggelar acara tak pernah padam hanya gara-gara pemerintah memberlakukan ketentuan ekstra ketat dalam mengeluarkan ijin pagelaran. Setahun berselang, pelahan-lahan sejumlah komunitas mulai bisa menggagas dan menggelar kembali gigs skala besar. Salah satu yang tetap langgeng adalah Death Fest, kendati dalam dua kali pagelaran harus dilaksanakan di kompleks tentara. Bahkan memasuki tahun 2011, gigs metal pelahan-lahan kembali semarak, termasuk bangkitnya Bandung Berisik yang sudah tertidur selama lima tahun.
RILISAN
Ketika hasrat menggelar gigs terbentur bermacam hal, semangat merilis karya musik tetap tumbuh subur. Meski di lain pihak, seperti dikatakan empunya Riotic Record Dadan Ketu, “Ngarilis album band underground mah tong ngarep untung! Ieu mah urusan hate!”.
Ketika hasrat menggelar gigs terbentur bermacam hal, semangat merilis karya musik tetap tumbuh subur. Meski di lain pihak, seperti dikatakan empunya Riotic Record Dadan Ketu, “Ngarilis album band underground mah tong ngarep untung! Ieu mah urusan hate!”.
Dalam hal ini, sekali lagi, kita harus berterima kasih kepada Richard Mutter dengan label 40.1.24-nya yang telah merilis kompilasi Masaindahbangetsekalipisan pada 1993. Inilah rilisan yang menginspirasi siapa pun tanpa kecuali.
Tapi, jangan pernah lupakan kompilasi Injak Balik yang dirilis pada 1997 dalam bentuk piringan piringan hitam oleh label asal Perancis, Tian An Men 89 Records. Popularitasnya memang tidak semenjulang Masaindahbangetsekalipisan atau Ujungberung Rebel, namun rilisan yang hanya dicetak 500 kopi ini layak digolongkan sebagai tonggak sejarah. Injak Balik memuat lagu dari Puppen, Runtah, Jeruji, Piece of Cake, Deadly Ground, Savor of Filth, Turtles Jr., dan All Stupid. Dan yang terpenting, Injak Balik asilnya bisa didengarkan dengan gramafon karena berformat vinyl. Sebuah sensasi luar biasa buat siap pun yang memilikinya!
Tahun 1997, Riotic Records mengeluarkan Bandung’s Burning-Bandung Punk Rock Storm Volume 1 yang menghajar gendang telinga dengan suguhan rawk dari sederet band ikon punk seperti Keparat, Jeruji, Runtah, Rotten to the Core, Turtle Jr., Total Riot, dan The Bollocks. Tiga belas tahun berselang, Bandung’s Burning Volume 2 dirilis. Kali ini dengan semangat perlawanan lebih gigih.
Sebuah kompilasi yang sangat eksklusif karena hanya digandakan seratus keping turut mewarnai generasi pertama Bandung Underground. Album tersebut diberi tajuk Bandung Holocaust, kompilasi sederet band crustcore, dirilis Holocaust Records pada 1997.
Dari kubu indiepop, Fast Forward (FFWD) Records, yang kebetulan milik Helvi, tak mau kalah langkah. Bahkan label ini sudah merintis rilisan band dari luar negeri sejak 1999. The Chinkees dari Amerika, Cerry Orchard (Perancis), dan 800 Cheries, adalah gelombang pertama band dari mancanegara yang albumnya didistribusikan FFWD di pasar lokal. FFWD secara konsisten mempertahankan gayanya sampai sekarang.
Oh ya… bicara soal rilisan, jangan kesampingkan Extreme Soul Productions (ESP). Menggunakan nama ESP Records, label milik Iwan D ini sudah mulai merintis album-album dari band beraliran deathmetal dan sebangsanya sejak 1996. Baik band luar negeri, terlebih lagi grup domestik. Salah satu produk prestisius dari ESP adalah kompilasi band-band ultragaduh bertajuk Brutally Sickness. Sempat tertidur beberapa waktu, Iwan kembali membesut ESP sejak 2009.
Di samping kompilasi, sejak Puppen melepas This Is Not a Puppen EP dan Pas Band merilis Four Through The S.A.P, rilisan album dari band-band lain tak pernah berhenti mengalir. Sampai detik ini. Demikian pula dengan label rekaman, tak kalah semarak dengan kemunculan grup-grup musik anyar. Yang paling mutakhir adalah Rottrevore Records yang gigih menjembatani kinarya grup-grup metal untuk kemudian menjadikannya sebuah produk yang bisa menyelusup ke balik gendang telinga.
ZINE, LITERATUR, KAOS
Jika Reverse dan label 40.1.24 jadi pionir dalam urusan rekaman, maka fondasi penting dalam hal literasi adalah Revograms. Adalah Dinan — vokalis Sonic Torment — yang membidani kelahiran zine ini tahun 1995. Inilah batu pertama budaya literasi Bandung Underground yang menginspirasi terbitnya puluhan, bahkan ratusan, newsletter di kemudian hari.
Jika Reverse dan label 40.1.24 jadi pionir dalam urusan rekaman, maka fondasi penting dalam hal literasi adalah Revograms. Adalah Dinan — vokalis Sonic Torment — yang membidani kelahiran zine ini tahun 1995. Inilah batu pertama budaya literasi Bandung Underground yang menginspirasi terbitnya puluhan, bahkan ratusan, newsletter di kemudian hari.
Jika sekarang orang lebih banyak membicarakan Trolley atau Ripple sebagai bagian penting budaya literasi Bandung Underground, itu karena dua zine ini lahir dalam kemasan aduhai. Berbeda dengan kebanyak zine yang hanya foto kopian. Padahal di luar Trolley atau Ripple, terlalu banyak zine bagus yang sangat berpengaruh. Sebut saja Tigabelas, Membakar Batas, atau Beyond Barbed Wire yang sangat provokatif itu.
Belakangan budaya tulis mulai menapaki undakan lebih baik dengan berdirinya toko-toko buku keren seperti Tobucil, Ultimus, Rumah Buku, dan Omuniuum. Bahkan kemudian muncul pula Minor Books, sebuah penerbitan yang digagas orang-orang gila dengan komitmen gila pula. Satu masterpiece Minor Books adalah buku biografi Ivan Scumbag berjudul Myself: Scumbag Beyond Life and Death karya Kimung yang terbit pada 2007.
Semangat mengekspresikan ghirah bermusik ke dalam bentuk literatur berbanding lurus dengan geliat ekonomi di bidang merchandise band, dalam hal ini kaos. Industri clothing yang tumbuh secara masif membuat band mudah meliris merchandise. Dibanding album musik atau zine, harus diakui, merilis merchandise adalah cara paling pragmatis untuk menyambung napas band itu sendiri.
Pada akhirnya, Bandung Underground memang bukan sekadar musik ultragaduh, rilisan album, zine, atau lain-lain. Lebih dari itu, Bandung Underground adalah lapangan tempat menyiasati hidup yang kadung disumpeki setumpuk sistem yang kadang tidak cocok dengan keinginan ideal kita. Tapi bukankah itu sebuah kesadaran yang tak boleh padam, agar Bandung Underground terus langgeng ti baheula nepi ka ayeuna jeung salawasna! Hail yeahhh!!! (disarikan dari berbagai sumber)
sumber
http://www.bandung-underground.com/scene/sejarah-bandung-underground.html
Langganan:
Postingan (Atom)